Merdeka.com - Bung Karno menjulukinya sebagai orang yang mahir dalam revolusi. Moh Yamin menjulukinya sebagai 'Bapak Republik Indonesia.'
Jauh sebelum orang lain mengumandangkan Indonesia merdeka,Tan Malaka sudah melakukannya. 'Naar de Republiek Indonesia' (Menuju Republik Indonesia) ditulisnya pada 1925. Menjadi rujukanSoekarno dan tokoh pergerakan lainnya.
Tan dianggap berbahaya, dia dibuang pemerintah kolonial Belanda. Dia dibuang ke negeri Belanda. Dari sana dia berkeliling dunia. Menggelorakan perlawanan pada imperialisme.
Setelah Indonesia merdeka, Tan tak mau Belanda atau Inggris, atau negara mana pun menjajah Indonesia kembali. Dia berduet dengan Jenderal Soedirman menggelorakan perlawanan.
"Merdeka 100 persen," adalah kutipan Tan Malaka yang terkenal. Sementara Soedirman mengatakan "Lebih baik diatom daripada merdeka kurang dari 100 persen."
Ironisnya Tan Malaka dipenjara Soekarno. Orang yang pernah memuji-mujinya. Soekarno juga yang pernah memberikan testamen agar revolusi diteruskan Tan, jika dia dan Hatta meninggal.
Tan ditembak mati tentara Indonesia 21 Februari 1949. Dia lalu dijadikan pahlawan nasional. Tapi nama Tan Malaka seolah tenggelam.
Selama Orde Baru, karena Tan dicap seorang komunis, dia dihapuskan. Nyaris tak ada tulisan apa pun soal Tan Malaka dalam buku-buku sejarah. Tan dilupakan oleh rakyat dari bangsa yang diperjuangkannya sampai mati.
Rupanya sampai hari ini Tan Malaka masih tak boleh tampil di negerinya sendiri. Diskusi buku soal Tan Malaka di Surabaya dilarang oleh Front Pembela Islam. Padahal sudah jauh-jauh hari pihak C20 Library menyebarkan undangan diskusi bersama penulis buku Tan Malaka, Harry A Poeze.
FPI menjaga ketat C20 Library hingga malam hari. Mereka memastikan diskusi tak jadi digelar.
"Kita sebagai umat Islam sudah banyak memberi toleransi. Kita sudah memberi toleransi membiarkan laki-laki berkumpul dengan perempuan, hari libur yang mestinya hari Jumat diganti Minggu juga sudah kita beri toleransi, terus maunya apa orang-orang PKI ini," kata Ketua Bagian Nahi Mungkar FPI Jawa Timur Dhofir saat berdialog dengan pihak kepolisian di Surabaya, Jumat (7/2) malam.
FPI mengaku tak peduli dengan perjuangan Tan Malaka, meski Tan Malaka juga salah satu tokoh pejuang.
"Itu kan versinya PKI. Tan Malaka itu kan pahlawannya orang-orang PKI, Tan Malaka itu kan tokoh Marxis," kata Dhofir. Dia juga menegaskan, kalau Tap MPR RI tentang pelarangan aktivitas partai komunis masih belaku di Indonesia.
Tapi jika mengingat sejarah, bukankah Tan Malaka yang punya mimpi menyatukan kekuatan komunis dan Islam di nusantara untuk melawan Belanda? Di depan kongres Komunis Internasional di Moskow tahun 1922, Tan menganjurkan kerja sama antara dua kekuatan tersebut.
"Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam pengertian ini?" ujar Tan Malaka.
Dikutip dari : www.merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar