Translate

Minggu, 20 April 2014

Soekarno (Sukarno) Sosok Pemimpin yang Disegani Rakyat



Siapa yang tidak mengenal sosok Ir. Soekarno? Ya, beliau adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai Pahlawan Proklamasi atas jasanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang sekarang dikenal sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Di tengah kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia karena pengeboman bom atom oleh pasukan Sekutu di Jepang, para pemuda menculik Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok agar mereka tidak dipengaruhi Jepang. Usaha tersebut membuahkan hasil dan pada Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10:00 WIB, merdekalah Indonesia dengan pembacaan naskah proklamasi yang ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Ir. Soekarno atau juga dikenal dengan Bung Karno lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dengan nama Koesno Sosrodihardjo, dan wafat pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta. Beliau adalah seorang presiden yang tidak hanya dihormati oleh rakyat, tetapi juga oleh banyak pemimpin di seluruh dunia karena keberanian beliau melawan musuh-musuh yang dianggap dapat mengacaukan keutuhan Indonesia.
Bung Karno yang masih muda dianggap sebagai penjahat berbahaya oleh Belanda dan dipenjara di Desa Sukamiskin, Bandung. Dalam buku ‘Bung Karno Masa Muda’, Ibu Wardoyo, kakak Bung Karno mengatakan bahwa telur merupakan alat komunikasi Bung Karno yang saat itu sedang dipenjara dengan dunia luar. Beliau mendapat kabar-kabar di luar penjara melalui telur-telur yang dikirim oleh Inggit, istri Bung Karno. Bila Inggit mengirimkan telur asin, maka berarti ada kabar buruk yang menimpa rekan-rekan Bung Karno. Karena informasi yang didapat oleh Bung Karno sangat terbatas, Inggit akhirnya menemukan siasat untuk mengelabui Belanda, yaitu dengan memberikan tusukan kecil pada telur. 1 tusukan berarti keadaan baik-baik saja, 2 tusukan berarti ada seorang rekan yang ditangkap, dan 3 tusukan berarti ada penangkapan besar-besaran terhadap para aktivis kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno yang sangat menyukai wayang, terinspirasi dari sosok salah satu tokoh bernama Gatot Kaca yang “kebenaran akan menang, walau harus kalah berkali-kali”.
Dalam biografinya yang tertulis di buku ‘Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”, Bung Karno menuturkan, "Pertunjukan wayang di dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan menghiburku. Dia juga menenangkan perasaan dan memberi kekuatan pada diriku. Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat.” Dengan keyakinan tersebut, Bung Karno percaya bahwa Belanda akan takluk oleh perjuangan rakyat Indonesia.
Bung Karno yang begitu mencintai Indonesia dan berjuang mati-matian demi kemerdekaan Indonesia, akhirnya dilantik sebagai presiden pertama Indonesia pada 18 Agustus 1945 dengan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
Selama kepemimpinan Bung Karno, beliau sangat menekankan nilai-nilai nasionalisme. Beliau dikenal sebagai sesosok yang penuh kharisma, pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan Indonesia. Beliau sangat menentang adanya kolonialisme dan mengutamakan kemandirian suatu bangsa. Dalam setiap pidato, Bung Karno selalu menggelorakan semangat revolusi. Sosok yang berani namun mencintai keindahan. Bung Karno menghargai adanya perbedaan. Beliau tidak membedakan apakah rakyatnya dari kelompok tertentu, agama tertentu, kelompok etnis, dan lain-lain.

Dengan karakteristik kepemimpinan Bung Karno, Indonesia akan dapat mempertahankan budaya nasional dan budaya daerah sehingga tidak terjadi pemudaran rasa nasionalis pada bangsa Indonesia. Namun sikap Bung Karno cenderung fanatik sehingga menjadi otoriter karena terkesan memaksakan kehendak beliau sendiri. Idealisme yang dianut oleh Bung Karno menimbulkan sentralisasi kekuasaan dan terjadinya banyak penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, seperti adanya pengangkatan MPRS oleh Presiden.

Perancang Lambang Garuda Pancasila yang Terlupakan




Siapa tak kenal burung Garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913.


Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.

Syarif Abdul Hamid Alkadrie menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.

Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.



Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.

Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat di marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.

Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.

Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.


Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974 Rancangan terakhir inilah yang menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No 66 Tahun 1951. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Turiman SH M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar Magister Hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara. “Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998-1999,” akunya. Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Masagung Jakarta, Badan Arsip Nasional, Pusat Sejarah ABRI dan tidak ketinggalan Keluarga Istana Kadariah Pontianak, merupakan tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpulkan bahan penulisan tesis yang diberi judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI (Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan). Di hadapan dewan penguji, Prof Dr M Dimyati Hartono SH dan Prof Dr H Azhary SH dia berhasil mempertahankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan. Mulai dari sketsa awal hingga sketsa akhir. Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II,” katanya pasti. Besar harapan masyarakat Kal-Bar dan bangsa Indonesia kepada Presiden RI SBY untuk memperjuangkan karya anak bangsa tersebut, demi pengakuan sejarah, sebagaimana janji beliau ketika berkunjung ke Kal-Bar dihadapan tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan anggota DPRD Provinsi Kal-Bar.

 

Kamis, 10 April 2014

Sekilas Cerita tentang Tan Malaka





Merdeka.com - Bung Karno menjulukinya sebagai orang yang mahir dalam revolusi. Moh Yamin menjulukinya sebagai 'Bapak Republik Indonesia.'

Jauh sebelum orang lain mengumandangkan Indonesia merdeka,
Tan Malaka sudah melakukannya. 'Naar de Republiek Indonesia' (Menuju Republik Indonesia) ditulisnya pada 1925. Menjadi rujukanSoekarno dan tokoh pergerakan lainnya.

Tan dianggap berbahaya, dia dibuang pemerintah kolonial Belanda. Dia dibuang ke negeri Belanda. Dari sana dia berkeliling dunia. Menggelorakan perlawanan pada imperialisme.

Setelah Indonesia merdeka, Tan tak mau Belanda atau Inggris, atau negara mana pun menjajah Indonesia kembali. Dia berduet dengan Jenderal Soedirman menggelorakan perlawanan.
 

"Merdeka 100 persen," adalah kutipan
 Tan Malaka yang terkenal. Sementara Soedirman mengatakan "Lebih baik diatom daripada merdeka kurang dari 100 persen."

Ironisnya
 Tan Malaka dipenjara Soekarno. Orang yang pernah memuji-mujinya. Soekarno juga yang pernah memberikan testamen agar revolusi diteruskan Tan, jika dia dan Hatta meninggal.

Tan ditembak mati tentara Indonesia 21 Februari 1949. Dia lalu dijadikan pahlawan nasional. Tapi nama
 Tan Malaka seolah tenggelam.

Selama Orde Baru, karena Tan dicap seorang komunis, dia dihapuskan. Nyaris tak ada tulisan apa pun soal
 Tan Malaka dalam buku-buku sejarah. Tan dilupakan oleh rakyat dari bangsa yang diperjuangkannya sampai mati.

Rupanya sampai hari ini
 Tan Malaka masih tak boleh tampil di negerinya sendiri. Diskusi buku soal Tan Malaka di Surabaya dilarang oleh Front Pembela Islam. Padahal sudah jauh-jauh hari pihak C20 Library menyebarkan undangan diskusi bersama penulis buku Tan Malaka, Harry A Poeze.

FPI menjaga ketat C20 Library hingga malam hari. Mereka memastikan diskusi tak jadi digelar.

"Kita sebagai umat Islam sudah banyak memberi toleransi. Kita sudah memberi toleransi membiarkan laki-laki berkumpul dengan perempuan, hari libur yang mestinya hari Jumat diganti Minggu juga sudah kita beri toleransi, terus maunya apa orang-orang PKI ini," kata Ketua Bagian Nahi Mungkar FPI Jawa Timur Dhofir saat berdialog dengan pihak kepolisian di Surabaya, Jumat (7/2) malam.

FPI mengaku tak peduli dengan perjuangan
 Tan Malaka, meski Tan Malaka juga salah satu tokoh pejuang.

"Itu kan versinya PKI.
 Tan Malaka itu kan pahlawannya orang-orang PKI, Tan Malaka itu kan tokoh Marxis," kata Dhofir. Dia juga menegaskan, kalau Tap MPR RI tentang pelarangan aktivitas partai komunis masih belaku di Indonesia.

Tapi jika mengingat sejarah, bukankah
 Tan Malaka yang punya mimpi menyatukan kekuatan komunis dan Islam di nusantara untuk melawan Belanda? Di depan kongres Komunis Internasional di Moskow tahun 1922, Tan menganjurkan kerja sama antara dua kekuatan tersebut.

"Ini adalah sebuah tugas yang baru untuk kita. Seperti halnya kita ingin mendukung perjuangan nasional, kita juga ingin mendukung perjuangan kemerdekaan 250 juta Muslim yang sangat pemberani, yang hidup di bawah kekuasaan imperialis. Karena itu saya tanya sekali lagi: haruskah kita mendukung Pan-Islamisme, dalam pengertian ini?" ujar
 Tan Malaka.

Dikutip dari : www.merdeka.com

Minggu, 06 April 2014

6 Fakta Tentang Malaysia Yang Tidak Diketahui Rakyatnya



1. Pengakuan secara jujur dari Datuk Anwar Ibrahim pada NewYork Times.Bahwa sebagian besar pemimpin Malaysia terlalu pongah dan sombong meskipun sebenarnya Malaysia adalah negara lemah dan korup sehingga tidak bisa menghargai negara-negara tetangganya.(Di Indonesia ada KPK)

2. Terbatasnya akses informasi dari media informasi (surat kabar, televisi dan lain-lain) bagi rakyat Malaysia sehingga hanya sedikit saja informasi mengenai negara-negara tetangga yang dipunyai. Hal ini menyebabkan hidup rakyat Malaysia seperti katak dalam tempurung. Akibatnya, mereka merasa pintar padahal sesunggunya hidup dalam kemalasan dan kebodohan yang teramat sangat. Nilai-nilai demokrasi yang dicapai oleh negara tetangganya tidak banyak diketahui oleh rakyat Malaysia. Hal ini memang disengaja oleh pemerintah mereka agar rakyat tetap bodoh sehingga tidak membahayakan kekuasaan mereka.(Malaysia negara demokrasi????

3. Menurut analisis Robert C. Lie (Times magazine, June 2007), fenomena yang berlaku di Malaysia ini dalam istilah psikologi merupakan mekanisme pertahanan diri. Intinya, adanya kelemahan, kebodohan, serta kegagalan bangsa Malaysia mengaktualisasikan diri sebagai suatu bangsa yang bisa dihormati oleh bangsa lainnya menyebabkan mereka berusaha sekuat tenaga membalik penilaian tersebut dengan memberikan stigma yang lebih jelek terhadap negara tetangganya.

4. Analisis dari Dinas Rahasia Russia (2006) terhadap fenomena teroris Dr. Azahari dan Nurdin Moh. Top,menyatakan bahwa kedua orang tersebut adalah merupakan kaki tangan / agen rahasia Malaysia bekerjasama dengan CIA disusupkan ke Indonesia untuk mencegah fenomena kebangkitan Islam moderat di Indonesia. Seperti Analisis dari CIA, keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia yang diikuti dengan kebangkitan Islam di Indonesia akan menjadikan Indonesia sebagai Negara besar dan maju di regional Asia Pasifik. Kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi Malaysia yang berupaya menjadi pemimpin di wilayah ini namun tidak memiliki kemampuan sama sekali. Kepentingan USA terhadap wilayah ini juga akan terganggu bila Indonesia berhasil muncul menjadi Negara besar dan maju di kawasan ini.

5. Dalam era globalisasi dewasa ini, peperangan bukan lagi menjadi suatu kunci bagi memenangi suatu persaingan. Justru saat ini yang dibutuhkan adalah soft power. Keunggulan budaya salah satunya. Dalam banyak hal ini jelas sekali keunggulan budaya Indonesia atas Malaysia. Lagu-lagu Indonesia banyak membanjiri Malaysia, bahkan menjadi top chart di negara mereka. Belum lagi hasil-hasil budaya lainnya seperti film, kerajinan, pencak silat, kebudayaan tradisional, dan lain-lain. Arsitektur misalnya, sudah menjadi pengetahuan umum bila menara kembar Petronas mencontek dari desain Candi Prambanan di Indonesia. Fenomena ini diakui oleh budayawan serta banyak artis Malaysia, salah satunya adalah Amy yang begitu gundah atas membanjirnya produk budaya dari Indonesia ke Malaysia

6. Tidak ada satupun kurikulum mancanegara yang memasukkan mata pelajaran bahasa Malaysia kedalam kuliahnya, satu-satunya turunan dari bahasa melayu yang dijadikan kurikulum pendidikan bahasa asing adalah bahasa Indonesia.(University di Australia, Belanda, Rusia, China, Jepang, Eropa, USA). Hal ini disebabkan karena bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang berpotensi semakin besar pemakaiannya di dunia (UNESCO).